Minggu, 13 April 2008

Markup Pembelian Tanah Disidik Kejari

Padang,KEPALA Kejaksaan Negeri (Kajari) Bukittinggi, Syahiruddin Mar, dihubungi jurnal nasional Minggu (13/4), mengakui pihaknya meningkatkan dugaan pengelembungan (mark-up) harga pemberlian tanah masyarakat oleh Pemko Bukittinggi ke tahap penyidikan.
Dia.menerangkan kasusu itu ditingkatkan ke penyelidikan, setelah jajaranya, menemui unsur melawan hukum. "Ini kami peroleh dari hasil operasi intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) selama satu bulan,"katanya.
Berdasarkan laporan intelejen ini, dikatakan Syahiruddin, dia meningkatkan kasus pembelian tanah seharga Rp 9 miliar dengan APBD Bukittiinggi 2007, ke tahap penyidikan. Berdasarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) No.01/N.3.11/FD.1/04/2008 tertanggal 10 April 2008.
"Senin ini, para saksi terkait akan kembali dipanggil,"jelasnya.
Syahiruddin sendiri tak menapik kalau saksi yang akan dipanggil itu pernah juga dimintai keterangan terkait kasus dugaan pengelembungan harga tersebut.
"Iya sebagian saksi ada yang sudah kita mintai keterangan, tapi pada tahapan penyidikan ini nantinya mereka menandatangani berkas berwarna merah muda, sebelumnya hanya kertas biru"ujarnya.
Pihak Kejari pun telah melakukan audit bekerjasama dengan BPKP terhadap pembelian tanah rakyat oleh Pemko. "Ini kita lakukan untuk mengetahui seberapa besar kerugian negara akibat pembelian tersebut,"katanya yang mengakui masih dalam penghitungan BPKP.
Menurut dugaan pihakKejari, tanah warga dibeli Pemko Bukittinggi melalui anggaran APBD 2007 pada kawasan Kecamatan Mandiangin Koto Selayan (MKS) dan di kawasan di Talao dan Kapau, Kabupaten Agam.
"Pembelian, semua tanah tersebut mengabiskan dana Rp 9 miliar,"jelasnya.
Syahiruddin tak mau main-main untuk mengungkap dugaan penggelembungan pembelian tanah tersebut. Pasalnya, kasus ini selain mendapat perhatian publik, dikatakannya, juga dimonitor Kejaksaan Agung dan KPK.
Kasus dugaan mark-up pembelian tanah terungkap akibat ditemukan selisih harga yang diperoleh pemilik tanah dengan harga yang dibayarkan Pemko.
Seperti tanah di Kelurahan Manggih Gantiang, Bukittinggi, pemilik mengaku menerima uang Rp125 ribu per meter persegi, sementara harga yang dibayarkan pemko Rp225 ribu per meter persegi.
Tak hanya itu bobrok pembelian semakin terkuak setelah ada warga mengaku menerima uang penjualan tanah sebesar Rp150 ribu per meter persegi. Padahal dana dikucurkan Pemko untuk pembelian tanah tersebut sebesar Rp250 ribu.
Dari data jurnal nasional, pada tahap penyelidikan lalu, pihak kejari sendiri telah meminta keterangan pejabat yang terlibat proyek pembelian tanah masyarakat, mulai perangkat kelurahan dan kecamatan termasuk Sekdako Bukittinggi sendiri.(adrianpress)

Tidak ada komentar: