Rabu, 16 April 2008

Independensi Ditentukan Politik

BANYAK sudah lembaga independen yang dibentuk di negara ini, sebut saja KPK (komisi Pemberantasan Korupsi), KPU (Komisi Pemilihan Umum), Bawaslu (Badan Pengawas Permilihan Umum) dan Mahkamah Konstitusi (MK) serta lain sebagainya.
Lembaga ini dibentuk untuk berjalan pada rel independen, sebuah hal yang rumit rasanya kecuali KPK, marwah independensi itu melekat di individu mereka yang duduk di lembaga tersebut. Pasalnya mereka duduk di lembaga itu dan digaji oleh uang rakyat, dipilih oleh lembaga politik nan beraneka macam warna dan tabiat.
Beruntung KPK yang berani mengkandangsitumbinkan salah satu angota lembaga yang memilihnya, (Al Amin Nasuition), sehingga statment skeptis tentang lembaga itu terdelete sat itu juga.
Pertanyaanya, apa mungkin independensi terujud, ketika bersentuhan dengan orang yang memilihnya, untuk sementara bisa, melihat bukti kasus KPK. Tapi bagaimana dengan KPU, Bawaslu yang note bene pelaku utama penyelenggara jalannya politik negara ini pada 2009 nanti.
Sebut Pemilu dan Pilpres, kedua lembaga itu awaknya. Mungkinkah independen ini punya syiar ketika yang diawasi nanti adalah lembaga tempat orang-orang yang memilihkannya sehinga mereka punya fasilitas selama masa keanggotaannya.
Mereka bisa beralasan independen profesional dan proporsional. Tapi anak negeri akan meragukan independensi itu akan tercipta dan terimplementasi di lapangan. Atau kah itu hanya tanggapan pesisimistis dari penduduk negeri ini.
Saya, hari ini Rabu (16/4), kemarin menjalankan uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon anggota Panwas Pilkada kota Padang 2008. Penguji saya adalah anggota DPRD Padang, yang notebene punya background politik macam-macam, sebut PKS, Golkar, PAN, PD, PPP dan PBB.
Kami dijejali pertanyaan soal independensi tadi, termasuk bagaimana mengatakan tidak kepada calon yang selama ini saya kenal baik.
Terus terang ada dilematis yang saya hadapi kala menjawab cercaan pertanyaan tersebut. Namun secara diplomatis, karena saya belajar juga sedikit-sedikit soal jawaban diplomatis saya katakan.
"Independensi tak menabukan atau memutus hubungan baik yang terbina selama ini dengan siapa pun. Tapi saat berada di lembaga yang menghendaki itu, jangankan kawan, istri dan anak sekali pun bersalah, saya akan katakan itu salah meski langit runtuh dibuatnya,".
Para penguji pun tersenyum, soalnya anggota dewan terhormat tersebut selama ini sangat hapal kurenah saya. Dan senyumnya itu apakah puas dengan jawaban saya atau hanya sekedar cemoohan, saya pun tak mampu menginterprestasikannya.
Usul saya gini, kalau memang kita mencari anggota sebuah lembaga independensi, maka yang menentukan dan memilih mesti sebuah lembaga independen terakreditasi diakui kridebelitasnya.
Namun keraguan lain muncul, apakah ada lembaga independensi di negara ini???, mohon kiranya pembaca sumbang saran untuk ini. (terima kasih)

Minggu, 13 April 2008

Markup Pembelian Tanah Disidik Kejari

Padang,KEPALA Kejaksaan Negeri (Kajari) Bukittinggi, Syahiruddin Mar, dihubungi jurnal nasional Minggu (13/4), mengakui pihaknya meningkatkan dugaan pengelembungan (mark-up) harga pemberlian tanah masyarakat oleh Pemko Bukittinggi ke tahap penyidikan.
Dia.menerangkan kasusu itu ditingkatkan ke penyelidikan, setelah jajaranya, menemui unsur melawan hukum. "Ini kami peroleh dari hasil operasi intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) selama satu bulan,"katanya.
Berdasarkan laporan intelejen ini, dikatakan Syahiruddin, dia meningkatkan kasus pembelian tanah seharga Rp 9 miliar dengan APBD Bukittiinggi 2007, ke tahap penyidikan. Berdasarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) No.01/N.3.11/FD.1/04/2008 tertanggal 10 April 2008.
"Senin ini, para saksi terkait akan kembali dipanggil,"jelasnya.
Syahiruddin sendiri tak menapik kalau saksi yang akan dipanggil itu pernah juga dimintai keterangan terkait kasus dugaan pengelembungan harga tersebut.
"Iya sebagian saksi ada yang sudah kita mintai keterangan, tapi pada tahapan penyidikan ini nantinya mereka menandatangani berkas berwarna merah muda, sebelumnya hanya kertas biru"ujarnya.
Pihak Kejari pun telah melakukan audit bekerjasama dengan BPKP terhadap pembelian tanah rakyat oleh Pemko. "Ini kita lakukan untuk mengetahui seberapa besar kerugian negara akibat pembelian tersebut,"katanya yang mengakui masih dalam penghitungan BPKP.
Menurut dugaan pihakKejari, tanah warga dibeli Pemko Bukittinggi melalui anggaran APBD 2007 pada kawasan Kecamatan Mandiangin Koto Selayan (MKS) dan di kawasan di Talao dan Kapau, Kabupaten Agam.
"Pembelian, semua tanah tersebut mengabiskan dana Rp 9 miliar,"jelasnya.
Syahiruddin tak mau main-main untuk mengungkap dugaan penggelembungan pembelian tanah tersebut. Pasalnya, kasus ini selain mendapat perhatian publik, dikatakannya, juga dimonitor Kejaksaan Agung dan KPK.
Kasus dugaan mark-up pembelian tanah terungkap akibat ditemukan selisih harga yang diperoleh pemilik tanah dengan harga yang dibayarkan Pemko.
Seperti tanah di Kelurahan Manggih Gantiang, Bukittinggi, pemilik mengaku menerima uang Rp125 ribu per meter persegi, sementara harga yang dibayarkan pemko Rp225 ribu per meter persegi.
Tak hanya itu bobrok pembelian semakin terkuak setelah ada warga mengaku menerima uang penjualan tanah sebesar Rp150 ribu per meter persegi. Padahal dana dikucurkan Pemko untuk pembelian tanah tersebut sebesar Rp250 ribu.
Dari data jurnal nasional, pada tahap penyelidikan lalu, pihak kejari sendiri telah meminta keterangan pejabat yang terlibat proyek pembelian tanah masyarakat, mulai perangkat kelurahan dan kecamatan termasuk Sekdako Bukittinggi sendiri.(adrianpress)